Sentra Industri Mebel
Kota Pasuruan
Memasuki kawasan kota Pasuruan, di sepanjang Jalan Gatot Subroto yang hanya pas
untuk berpapasan dua kendaraan beroda empat atau lebih (jumlah roda yang
berderet maksudnya), laju mobil yang memperlambat, memaksa sepasang mata pengendara
untuk melirik ke kanan dan ke kiri di sepanjang jalur yang membentang sekira
panjang tiga kilometeran itu.
Tak dinyana, pandangan mata kami disana selalu terantuk pada Rentetan obyek yang berupa deretan rumah dan toko yang menjajakan aneka produk furniture atau pun mebelair berbahan kayu.
Wuih, obyek ini sungguh menambah perbendaharaan kenangan khas tentang kota Pasuruan, yang sebelumnya sempat pula ikut meroket pamornya berkat goyang ngebor sinden dangdut Inul Darasista yang arek Kejapanan itu.
Deretan rumah yang sekaligus berfungsi toko tersebut digunakan sebgai showroom atau pun outlet tempat memajangkan aneka barang dagangan terbuat dari kayu berupa meja,kursi, almari, mimbar. Hasil produksi turun temurun secara dari tiga desa disitu, yakni Sebani, Gadingrejo dan Bukir.
Ya, kemampuan memproduksi barang terbuat dari kayu tersebut pastilah sudah berlangsung secara tradisonal selama beberapa generasi oleh sebagian banyak penduduk di sana.
Konon asal muasalnya kegiatan ketrampilan olah kayu bernuansa seni ini dikerjakan oleh sekelompok orang yang mukim di Desa Bukir. Bukir adalah lafal kata orang Madura yang kalau dilafalkan secara bahasa Jawa terdengar wukir alias kegiatan mengukir.
Terlihat sejumlah kuli panggul memindahkan barang mebelair ke bak kendaraan pickup. Ataupun yang sebaliknya, menurunkannya untuk mengisi ruang-ruang pajang itu.
Terlihat pula satu dua becak khas Pasuruan mengangkut kursi-kursi. Kemudian dari yang mula-mula jumlahnya terhitung jari itu menjadi kian banyak berlalu lalang hilir mudik.
Usai jeprat-jepret di tepi jalan yang tidak lebar ini, kami pun mendatangi salah satu toko, untuk sekedar menggali informasi dari beberapa orang yang tengah berkerumun disana. Mereka pun menyambut dengan ramah dan tidak pelit berbagi informasi.
Salah satu diantaranya mengaku bernama Ismail, cukup detil dalam berkisah seputar bidang usaha khas di daerahnya itu. Dimulai dengan pengakuan kalau ruang tepian jalan disana memang terlalu sempit guna menampung kendaraan pengunjung yang berminat membeli barang dagangannya.
“Kebetulan sampean datang hari ini, jadi bisa dapat tempat parkir. Kalau hari Sabtu dan Minggu disini ramai kunjungan sehingga sulit mendapat tempat parkir mobil,” celetuknya.
Ya, di jalanan sempit itu terlihat beragam alat transportasi tak henti memadatinya. Mulai sarana angkut kegiatan setempat, dari rombongan becak yang bersliweran sembari mengangkut kursi, meja sampai almari ukuran jumbo. Pun sejumlah pickup, truk sampai kontainer panjang. Bis antar kota ataupun aneka kendaraan pribadi.
Ragam Konsumen Mebel Pasuruan
Pada hari Sabtu dan Minggu tempat ini padat pengunjung. Para konsumen sentra mebel itu berdatangan dari kota-kota terdekat sampai tempat-tempat yang jauh. Para tengkulak dari Ponorogo termasuk golongan pelanggan tradisional yang terhitung dekat.
Sedangkan pembeli tradisional yang lumayan jauh berdatangan dari arah Timur. Mulai dari orang Bali, Sumbawa sampai beberapa antero di Nusa Tenggara Barat. Mereka menyukai produk mebel Pasuruan karena berupa jenis polosan (tanpa ukiran rumit laiknya produk serupa eks Jepara), dan dijual dengan istilah mentahan atau barang setengah jadi yang leluasa untuk di-finishing sesukanya. Baik dengan vernis maupun dengan aneka warna warna.
Meskipun demikian para pedagang di sentra ini melayani pula permintaan pembeli yang ingin berupa produk jadi. Tinggal memberi tambahan ongkos berkisar Rp 600.000,- ribu sampai Rp 700.000,- ribu per set meja kursi, dari harga mentahannya.
Harga mentahannya pun tergolong cukup bersahabat, yang memungkinkan para tengkulak ambil untung manakala menjualnya lagi di daerah asalnya. Yakni mulai dengan kisaran harga Rp 300-an ribu sampai yang Rp7,5 juta per set tersedia di sentra industri mebel ini.
Industri furniture kayu di Pasuruan, lazimnya berbasis bahan kayu jati. Kemudian ada varian bahan lainya berupa kayu sonokeling, mahoni dan akasia mangium. Pasokan bahan baku selain memanfaatkan kayu dari hutan perhutani juga lazim dipakai kayu eks pekarangan rakyat.
“Beberapa waktu ini lagi ramai permintaan produk garden furniture,” ungkap seseorang diantara kerumunan pemberi informasi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar